Pandemi virus corona yang mengepung dunia belum bisa diredam. Penyebarannya yang masif dan relatif cepat membuat orang-orang ciut.
Semua orang lantas mengambil jarak demi memutus rantai penularan COVID-19. Tempat-tempat ibadah kini mulai sepi, agenda-agenda massa dihilangkan, karena SARS-CoV-2 pula istilah work from home (WFH) jadi melejit.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim.
Foto: dok. kemdikbud.go.id
Belum cukup, sekolah dan kampus ikut didaringkan. Lengkap sudah, virus corona juga memberikan dampak serius di sektor pendidikan, baik di Indonesia maupun secara global.
Presiden Jokowi dalam Rapat Terbatas yang diselenggarakan pada Selasa (24/3) bersama menteri terkait, sudah ketok palu. Hasilnya, pemerintah mengumumkan Ujian Nasional (UN) di tahun ini resmi ditiadakan. Mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).
“Presiden Joko Widodo memutuskan meniadakan Ujian Nasional (UN) untuk tahun 2020 yang sebelumnya sudah ada kesepakatan UN dihapus mulai tahun 2021,” ujar Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman, dalam rilisnya, Selasa (24/3).
Langkah tersebut diambil sebagai bagian dari sistem respons pandemi COVID-19, yakni dalam rangka memprioritaskan keselamatan dan kesehatan rakyat.
Kebijakan pemerintah meniadakan UN, menurut Fadjroel, harus disambut dengan partisipasi aktif warga dalam penerapan perilaku physical distancing. Sesuai jargonnya, bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan ibadah di rumah.
Terkait peniadaan UN, Mendikbud Nadiem Makarim satu suara dengan Jokowi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menggandeng Komisi X DPR RI untuk membahas pengganti UN.
Opsinya ada dua, melakukan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) secara online atau menerapkan metode kelulusan dengan menimbang nilai kumulatif siswa selama belajar di sekolah.
Karena belum final, Kemdikbud masih akan terus berkoordinasi dengan Presiden Jokowi untuk mengeluarkan kebijakan terkait penggantian UN.
Menurut jadwal, UN SMA seharusnya dilaksanakan pekan depan. Begitu pula dengan UN SD serta SMP yang semula dijadwalkan paling lambat akhir April mendatang.
“Penyebaran wabah COVID-19 diprediksi akan terus berlangsung hingga April, jadi tidak mungkin kita memaksakan siswa untuk berkumpul melaksanakan UN di bawah ancaman wabah COVID-19 sehingga kami sepakat UN ditiadakan” papar Ketua Komisi X, Syaiful Huda.
Sejak Jokowi mengumumkan kasus pertama COVID-19 pada 2 Maret 2020, Indonesia secara otomatis menjadi salah satu negara yang terdampak virus corona. Per Selasa (24/3), jumlah korban terjangkit mencapai 686 orang. Di antara mereka sudah ada 30 orang yang dinyatakan pulih, namun sayangnya ada 55 orang yang tak berhasil selamat.
Virus corona dan dampaknya pada pendidikan global
Tenaga dan peserta didik di seluruh dunia merasakan betul dampak yang luar biasa dari wabah virus corona yang pertama kali muncul di China. Akibat pandemi yang sudah menyebar ke 156 negara itu, banyak sekolah-sekolah terpaksa diliburkan.
ABC News melaporkan setidaknya ada 22 negara di tiga benua yang menutup sekolah mereka selama pandemi masih membayangi warganya. Sekolah-sekolah itu menampung ratusan juta siswa dari seluruh dunia. Dalam laporannya, ABC News juga mencatat ada 13 negara yang menutup sekolah di seluruh penjuru negeri.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi gusar dengan adanya fakta tersebut. Organisasi Internasional yang bermarkas di New York, AS, itu menangkap bahwa pendidikan menjadi salah satu sektor yang begitu terdampak oleh virus corona. Parahnya lagi, hal itu terjadi dalam tempo yang cepat dan skala yang luas.
Berdasarkan laporan ABC News 7 Maret 2020, penutupan sekolah terjadi di lebih dari puluhan negara karena wabah COVID-19. Menurut data Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), setidaknya ada 290,5 juta siswa di seluruh dunia yang aktivitas belajarnya menjadi terganggu akibat sekolah yang ditutup.
Hal ini jelas menjadi perhatian Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay. "Kami bekerja sama dengan negara-negara di dunia demi memastikan kesinambungan pembelajaran bagi semuanya, terutama anak-anak dan remaja yang kurang beruntung yang cenderung paling terpukul oleh penutupan sekolah," ujar Azoulay.
"Penutupan sekolah untuk sementara waktu dengan alasan kesehatan dan krisis lainnya bukanlah hal yang pertama kalinya terjadi, namun kali ini dampak yang ditimbulkan memang tak tertandingi karena berlangsung sangat cepat dan berdampak secara global. Jika ini terus berlanjut maka bukan tidak mungkin akan mengancam hak atas pendidikan,” imbuhnya.
Selain Indonesia, ada beberapa negara terdampak virus corona yang sektor pendidikannya juga tengah diuji. Berikut kumparanSAINS telah merangkumnya.
Italia
Seperti diketahui, Italia merupakan negara di Eropa yang sedang mati-matian berjuang melawan wabah corona. Jumlah kasus serta angka kematian akibat COVID-19 sangat tinggi di sana.
Dilansir Worldometers, per Selasa (24/3), jumlah kasus positif coronavirus menyentuh angka 63.927. Sementara yang telah dinyatakan sembuh sebanyak 7.432 orang dan 6.077 orang meninggal dunia.
Sebagai negara dengan angka kematian tertinggi, pemerintah Italia telah menerapkan kebijakan lockdown sejak 9 Maret 2020 lalu. Semua fasilitas umum ditutup untuk publik, tak terkecuali sekolah.
Namun jauh sebelum berbagai penjuru negeri ‘dikunci’, Menteri Pendidikan Italia Lucia Azzolina lebih dulu bergerak, sejak 2 Maret 2020, ia mengumumkan bahwa semua sekolah akan ditutup secara nasional selama dua pekan hingga 15 maret 2020.
Amerika Serikat
Di tingkat perguruan tinggi, wabah virus corona juga menunjukkan intervensinya. Gara-gara COVID-19, program pertukaran mahasiswa antarnegara harus disetop. Ini banyak dilakukan oleh universitas di AS.
Melihat kondisi Italia yang merana karena corona, beberapa universitas meminta seluruh mahasiswanya kembali dari program study exchange di Italia. Kebijakan ini menyusul keputusan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) yang menempatkan Italia dari status darurat Level 2 ke Level 3 pada 26 Februari lalu.
Universitas Elon, Universitas Fairfield, Universitas Internasional Florida, Universitas Tampa, Universitas Gonzaga, Universitas Loyola Chicago, Universitas Miami-Ohio, Universitas Negeri Penn, Universitas Stanford, Universitas Syracuse, Universitas Taman Maryland-College, Universitas Miami dan Universitas Villanova telah meminta mahasiswa mereka untuk segera meninggalkan Italia dan kembali ke AS.
Beberapa mahasiswa, seperti yang ada di Universitas Villanova, juga diminta untuk memenuhi masa karantina selama 14 hari sebelum kembali ke kampus.
Di Washington, di mana banyak kasus virus corona telah dilaporkan, pejabat kesehatan mengatakan tidak ada protokol yang ditetapkan untuk penutupan sekolah.
"Prioritas kami adalah kesehatan dan keselamatan siswa kami, dan kami mengambil langkah-langkah tambahan untuk mencegah dan mengatasi penyakit ini," kata perwakilan Seattle Public Schools (SPS), dalam pernyataan resminya.
Walaupun tidak ada kasus yang dikonfirmasi pada staf atau siswa SPS, otoritas setempat mengatakan sekolah-sekolah di kabupaten tersebut patuh mengikuti pedoman dari CDC. Dengan begitu, semua perjalanan luar negeri yang sebelumnya masuk dalam agenda para staf dan siswa, sampai akhir tahun ajaran telah ditunda.
Virus corona- lockdown di New York Amerika Serikat
Warga terlihat berjalan di sekitar taman Washington di New York, Amerika Serikat saat kota tersebut sedang lockdown. Foto: REUTERS / Eduardo Munoz
Dalam acara jejak pendapat, Sekretaris Pendidikan Betsy DeVos, Senator Patty Murray, mengungkapkan distrik sekolah anak perempuannya pun turut ditutup sebagai langkah untuk mencegah kasus virus corona baru.
"Sekolah-sekolah di seluruh negara bagian harus membatalkan kelas, satu akan tetap ditutup untuk sisa minggu ini," kata Murray. “Ada pesan yang dikirimkan di tengah malam oleh putriku sendiri bahwa distrik sekolahnya akan ditutup setidaknya selama dua minggu. Jadi, ini benar-benar berdampak pada keluarga."
Departemen Kesehatan Negara Bagian New York bahkan telah menggandeng beberapa rumah sakit untuk memperluas tes virus corona kepada 1.000 warganya per hari. Pemerintah juga melakukan langkah serius untuk menjaga kebersihan di lingkungan sekolah, transportasi umum juga di tempat lainnya. Upaya ini mendapat dukungan penuh dari gubernur setempat.
Sempat muncul kekhawatiran di AS terkait nasib siswa yang bergantung pada makanan katering di sekolah. Untuk itulah, Asosiasi Ahli Gizi menyurati Departemen Pertanian untuk menyiapkan opsi darurat bagi mereka yang berisiko apabila sekolah akhirnya ditutup.
China
Mulanya, China menjadi satu-satunya negara yang mewajibkan penutupan sekolah. Seperti diketahui, virus corona SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, muncul pertama kali di Wuhan, Provinsi Hubei, pada penghujung tahun 2019.
Kala itu, CDC menyalurkan bantuan dengan membagikan panduan tentang bagaimana menghadapi COVID-19 berdasarkan apa yang diketahui tentang tingkat keparahan dan penularan penyakit.
CDC menyarankan pihak sekolah untuk bekerja sama dengan departemen kesehatan setempat. Kepentingannya tentu saja agar diseminasi informasi terkait COVID-19 tersampaikan dengan baik kepada siswa.
Selain itu, CDC ingin memastikan agar tenaga dan peserta didik mampu menghadapi situasi darurat dari pandemi yang berlangsung. Pihak mereka juga meminta sekolah tetap memantau aktivitas siswa meski pada akhirnya sekolah terpaksa ditutup.
"Rencana sekolah harus dirancang sedemikian rupa untuk meminimalisir kendala aktivitas belajar dan mengajar serta untuk melindungi siswa dan staf dari stigma dan diskriminasi sosial," kata CDC.
"Rencana dapat dibangun berdasarkan praktik sehari-hari yang mencakup strategi sebelum, selama, dan setelah wabah berakhir."
Bagaimana memastikan pendidikan tetap berjalan apabila sekolah terpaksa ditutup?
Belajar di rumah
Ilustrasi anak belajar di rumah Foto: Shutterstock
Psikiater Dr. Janet Taylor mengatakan kepada ABC News, penting bagi orang tua untuk mengajak anak-anak mereka terlibat dalam diskusi terkait coronavirus. Keluarga bisa berbagi kiat tentang apa yang harus dilakukan jika sekolah anak ditutup karena wabah penyakit.
"Jika sekolah anakmu ditutup, beri pengertian bahwa ini bukan waktunya untuk bermain-main. Sebaliknya, beri pemahaman kepada mereka soal bagaimana virus itu menyebar dan seperti apa gejalanya,”
Dr. Janet Taylor.
Taylor mengingatkan, peran orang tua sangat dibutuhkan dalam situasi seperti ini. Anak-anak harus diberi edukasi terkait langkah pencegahan penyebaran virus, termasuk dengan menutup sekolah dalam rangka menerapkan social distancing.
Menurut Taylor, agar aktivitas belajar anak juga tidak terganggu, pihak sekolah dan orang tua perlu bersinergi dengan merencanakan e-learning yang matang untuk pendidikan mereka di rumah